Menuju Fitrah
Rasullulah s.a.w bersabda :
« Bukanlah hari raya itu bagi mereka yang berpakaian baru melainkan raya itu bagi mereka yang taqwanya bertambah ».
Insya Allah kurang lebih seminggu lagi ramadhan akan berakhir , hari-hari indah yang penuh dengan rahmat, berkah dan maghfirah itu pun akan meninggalkan kita, itulah sebuah bukti bahwa untuk sebuah kebahagiaan ilahi satu bulan bukanlah waktu yang lama. Maha besar Allah yang telah memberikan kepada kita bulan suci Ramadhan, bulan pahala, bulan pembebasan dari dosa-dosa dan bulan untuk pemberdayaan rohani dan jasmani.
Ibarat kendaraan bermotor sebulan penuh itu kita telah di-tune-up, di-spoorting, dan di-balancing, supaya lancar dalam pengembaraan kehidupan sehari-hari kita selanjutnya, dan pada bulan-bulan lainnya kita juga akan berada dalam keadaan setabil, sampai kita dipertemukan dengan bulan puasa kembali. sebenarnya tanpa kita sadari akhir bulan suci ini adalah awal kesucian kita, kita akan dilahirkan kembali, menjadi fitri untuk menjalani hidup ini, yaitu kehidupan yang penuh dengan esensi puasa dan zakat atau dalam kontek lain hablumminallah wa habumminanas, inilah hikmah disyariatkannya zakat fitrah sebagai penutup ramadhan.
Dalam hadis yang bersumber dari Ibn Abbas menerangkan bahwa zakat fitrah diwajibkan untuk lebih meningkatkan kesucian dan kebersihan jiwa orang yang berpuasa, disamping untuk memberikan makan dan menyenangkan hati orang-orang miskin . (HR Abu daud dan Dar Quthni). Dalam perspektif ini bahwa puasa, hari raya dan zakat fitrah adalah ibadah yang tidak bisa dipisahkan, sekaligus ibadah zakat fitrah di sini menjadi simbol yang menunjukan bahwa seseorang telah kembali kepada fitrah, yaitu fitrah kemanusiaannya yang sici dan bersih.
Secara etimologi Fitrah berasal dari kata Fathara dengan dua makna. Pertama, fitrah berarti asal kejadian atau awal kejadian manusia yang suci dan bersih. Menurut imam al ashfahani kejadian manusia yang fitrah itu berwujud potensi atau kecenderungan yang amat kuat dalam diri manusia untuk mengenal dan beriman kepada Allah. Dengan kata lain fitrah disini adalah iman dan tauhid. Ini berarti, setiap orang menurut fitrahnya adalah bertuhan dan mengesakan Tuhan seperti yang diterangkan Allah dalam Al Quran surat al A’raf ayat 172.
Kedua, fitrah berarti terbelah atau terbuka. Menurut arti ini dapat dipahami bahwa zakat fitrah berarti zakat untuk berbuka atau makan bagi orang miskin. Sedang Idul fitri, berarti kembali berbuka, atau tidak berpuasa yaitu kembali kepada posisi normal dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya secara seimbang.
Sayyid Qutub membagi fitrah itu kepada dua macam. pertama, Fitrah manusia, yaitu kecenderungan yang ada dalam diri manusia untuk selalu menuhankan Allah dan berpaling kepada kebenaran. Kedua, fitrah agama, yaitu wahyu atau ajaran Allah yang disampaikan kepada para nabi untuk menguatkan dan mendukung fitrah manusia diatas.
Kedua macam fitrah itu diciptakan oleh Allah dan bersumber dari Allah, karena itu, katanya antara fitrah manusia dan fitrah agama tidak pernah bertentangan, keduanya seiring sejalan, jika manusia menyimpang dari fitrah kemanusiaannya, maka hanya agamalah yang dapat meluruskan dan mengembalikan manusia ke fitrahnya itu. Inilah makna dari firman Allah : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Al-Rum : 30)
Di bulan ramadhan, kedua macam fitrah tersebut menjadi jelas implikasinya yaitu puasa mendorong kembali manusia agar menjadi manusia yang sesungguhnya, yaitu manusia yang sepenuhnya menyadari aturan hidup, mengikuti kecenderungan nuraninya yang fitri serta memegang teguh ajaran dan petunjuk Allah, inilah manusia Taqwa yang memang ingin dilahirkan melalui ibadah puasa ramadhannya.
Ilustrasi Dr. Yusuf Qordowi dalam bukunya al-Khashaaish al-Amah li al-Islam tentang fitrah manusia yang berawal dari kosong, haus dan dahaga. Lalu, ia berusaha mengharap (menemui) Tuhannya sehingga lenyaplah kehausan itu oleh siraman kesejukan dan terbebas dari belenggu ketakutan.
Dalam kondisi seperti itu, lanjutnya, manusia telah meraih hidayah setelah melalui kebingungan, merasa damai setelah dirundung kegelisahan, dan menemukan jati diri setelah sekian lama terasing dan mengembara di keluasan padang sahara yang gersang dan tandus, seperti musafir yang mendapat tuangan air dari sebuah perjalanan yang didera oleh dahga.
Andai perjalanan ramadhan telah berhasil menjadikan kita terlahir kembali, maka kebahagaian di hari fitri itu bukanlah dari maraknya pesta dan bagusnya baju baru kita, melinkan dari pancaran hati kita yang penuh dengan taqwa dengan tingkat patuh kepada Allah dari waktu kewaktu akan berusaha terus meningkat.
Minal ‘Aidzin wal Faizin, dihari kemenangan nanti, selamat kepada mereka yang dapat kembali dengan penuh kemenangan, dan semoga kita semua termasuk orang yang kembali dan orang yang beruntung dapat mencapai fitrah kita. Amien… wallahualam bissawwab….
No comments:
Post a Comment